Jakarta – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi meminta agar oknum prajurit TNI yang melakukan kekerasan “tendangan kungfu” diberi sanksi tegas. Diketahui, warga internet (warganet) ramai membahas foto dan video singkat yang menunjukkan seorang oknum TNI menendang suporter Arema FC dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Peristiwa itu terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
“Harus diberi sanksi tegas yang melakukan pelanggaran penganiyaan terhadap warga sipil,” kata Fahmi kepadaBeritasatu.com, Selasa, (4/10/2022).
Ia pun sepakat dengan pernyataan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dan langkah-langkah yang ditempuh TNI terkait tragedi Kanjuruhan. Ia juga mendukung sikap Andika yang ingin memproses pelanggaran pidana terhadap oknum prajurit TNI “tendangan kungfu”. Ditambah lagi, Andika akan menyeret oknum itu ke pengadilan militer. “Anggota yang bersalah mesti dibawa ke pengadilan militer,” katanya.
Akan tetapi, menurut Fahmi, Panglima TNI dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat menjadi pedoman teknis dalam pelibatan TNI saat melakukan pengamanan kegiatan masyarakat, termasuk pertandingan sepak bola. Hal ini penting untuk mengisi kekosongan hukum terkait tugas perbantuan.
Misalnya, mekanisme permintaan pengerahan, pihak yang berwenang menyetujui, mengizinkan dan atau memerintahkan personel untuk menjalankan tugas perbantuan.
“Sebenarnya lebih setuju jika personel TNI tidak dilibatkan secara langsung di dalam arena. Cukup diperankan sebagai kekuatan cadangan, jika terjadi eskalasi serta berpotensi menjadi huru-hara yang meluas hingga menjadi ancaman bagi keselamatan masyarakat,” kata Fahmi.
Ia berpandangan prajurit TNI ini sebenarnya kan dicetak untuk bertempur dan mampu menghilangkan ancaman terhadap negara. Sederhananya, doktrinnya, yaitu “membunuh atau dibunuh”. Pelibatan tentara dapat menjadi bumerang apabila tidak berhati-hati dan terkendali.
“Mereka jangan dibariskan di depan, cukup polisi. Karena, ketika situasi memburuk, mereka secara naluriah akan menganggap yang dihadapi ini adalah musuh yang harus dibasmi, sehingga sangat mungkin terjadi kekerasan yang tidak patut dan berlebihan,” kata Fahmi.
Idealnya, soal dilibatkan atau tidak, sebaiknya mengacu pada ketentuan perundang-undangan. Dalam konteks pengamanan di stadion, jelas tanggung jawab ada pada Polri.
“Pelibatan personel TNI dalam pengamanan kegiatan masyarakat itu sifatnya adalah tugas perbantuan pada Polri. Jadi, mestinya dilakukan atas permintaan Polri,” kata Fahmi.